TRIBUNNEWS.COM-Wakil Ketua Konferensi Permusyawaratan Rakyat Indonesia (MPR) Partai Demokrat Syarief Hasan mendesak pemerintah untuk cermat menghitung dan mempertimbangkan food park dalam rencana implementasi rencana tersebut di Kalimantan Tengah. Memang dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah sudah berkali-kali melaksanakan proyek kebun pangan, namun hasilnya tidak sia-sia. Tanah ini dikembangkan pada masa pemerintahan Soeharto, tetapi gagal. PLG yang lama hanya menimbulkan kerusakan lingkungan dan kerugian negara. Pembabatan lahan dengan mengubah lahan gambut dan rawa menjadi persawahan telah menyebabkan kerusakan lingkungan. Pemerintah harus belajar dari peristiwa masa lalu untuk menghindari terulangnya kembali. Lahan yang dulunya rawa dan rawa sangat rentan dan heterogen Lahan suboptimal yang telah terdegradasi selama 25 tahun sejak dibuka menyebabkan penurunan kesuburan tanah dan tidak dapat mendukung pertumbuhan tanaman secara optimal. Hassan, anggota Dewan Tertinggi Demokrat, juga mendesak pemerintah untuk lebih berhati-hati: “Pemerintah harus melakukan studi komprehensif dengan para ahli dan sarjana di bidang pertanian dan ketahanan pangan. Untuk menghindari kesalahan yang sama dalam memberi makan Mellock dan mencetak 1,2 juta hektar sawah,” ujarnya. Mengatakan.
Moi, anggota komite yang bertanggung jawab untuk urusan pertahanan, saya juga mempertanyakan keputusan pemerintah. Penunjukan Kementerian Pertahanan sebagai rencana utama departemen di bidang pangan bukanlah fungsi utamanya. Selain itu, pertikaian antara China dan Amerika Serikat akhir-akhir ini semakin intensif di Laut China Selatan yang mengangkangi Laut Natuna Utara. Dia bilang. Dia bilang industri pertahanan. Syarief .

Menurut dia, Kementerian Pertanian harus menjadi departemen pertama. Memang Kementerian Pertanian adalah lembaga yang paling dekat dengan rencana ketahanan pangan. “Kerja sama dan koordinasi berjalan lancar, tapi pemerintah Badan tersebut harus ditempatkan sesuai dengan tugas utamanya. Namun, jika pemerintah tetap menganggap Departemen Pertahanan Negara sebagai departemen utama, kebijakan ini dapat melanggar Undang-Undang Ketahanan Nasional Nomor 3 Tahun 2002, ”tutup Syarief Hasan.